Gunung dengan ketinggian 2830 mdpl dengan letak geografis pada 119° 56 ‘40″ BT ; 05°19′ 01″ LS ; dan berada dalam wilayah administratif Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Jaraknya sekitar 75 km dari Kota Makassar dan menjadi gunung favorit bagi pendaki di Kota Makassar dan sekitarnya. Gunung ini bisa dicapai dari kabupaten Gowa, yang berbatasan dengan Kota Makassar, bisa juga ditempuh melalui Kabupaten Sinjai, hanya saja jalur lewat Kabupaten Sinjai jarang digunakan. Rute yg paling sering digunakan adalah melalui Kabupaten Gowa. Kalau pendaki berasal dari Sulawesi - Selatan atau dari Luar pulau sulawesi, naik angkutan Kota menuju ke Terminal Gowa, atau bisa juga Turun di perempatan Sunggu Minasa, Jalan arah ke Malino. Dari sini, Naik Angkutan Pedesaan jurusan Malino, waktu tempuh kurang lebih 2-3 jam perjalanan. Biasanya Sopir angkutan sudah hafal, kalau ada pendaki yg akan mendaki Bawakaraeng, Sopir Angkutan akan mengantar sampai ke Desa lembanna. Desa terakhir di kaki gunung Bawakaraeng. Tarif per Orang Rp. 20.000. Biasanya banyak pendaki bermalam terlebih dahulu di Desa lembanna, yg punya ketinggian 1400 Mdpl, baru keesokan paginya pendakian dimulai. Atau bisa juga melakukan pendakian pada Malam hari.
Lembanna', Kaki Gunung Bawakaraeng. Pendakian dimulai dari Desa Lembanna, medannya berupa perkebunan penduduk lalu mulai masuk pintu Hutan Pinus dan untuk mencapai Pos I dibutuhkan waktu kurang lebih 1 jam perjalanan.- Dari Pos I yang ketinggian mencapai 1650 mdpl, pendakian terus landai hingga mencapai Pos II, diperlukan waktu tak lebih dari 1 jam perjalanan, disini tersedia mata air yg mengalir. Perjalanan belum terlalu mendaki, masih landai dan mulai masuk vegetasi hutan khas sulawesi, waktu tempuh tak berbeda dengan dari Pos I ke Pos II, di pos III juga tersedia mata air dan bisa mendirikan Tenda.
- Pos IV dapat ditempuh dalam waktu lebih dari 1 Jam perjalanan dan perjalanan di lanjut hingga Pos V, di pos ini terdapat mata air, hanya saja lumayan jauh. Biasanya Pos V digunakan untuk camp.
Pos V Gn. Bawakaraeng. Dari Pos V, perjalanan mulai mendaki dan sepanjang perjalanan akan melewati Pohon-pohon yg tumbang karena dari Pos V - VI, hutannya habis terbakar, kalau mendaki malam hari sebaiknya berhati-hati, karena disini biasanya pendaki sering tersasar, karena jalur tak begitu terlihat.- Ketika tiba di Pos VI, perjalanan masih melalui hutan yang lumayan lebat, perjalanan terus melandai dan mulai mendaki dan hutan mulai menghilang berganti vegetasi hutan yg berbeda dan setelah 2 jam perjalanan, akan tiba di Pos VII, yg punya ketinggian 2710 mdpl. Di Pos VII pemandangan sangat indah dan lumayan terbuka. Di pos VII inilah yang sering terjadi badai.
Pos VII Gn. Bawakaraeng Dari Pos VII menuju Pos VIII, jalur mulai naik turun, setelah melewati 2 bukit yg punya ketinggian rata-rata 2700 mdpl, jalur akan menurun dan Tiba di Pos VIII, disini tersedia mata air, dan biasanya pendaki bermalam disini baru keesokan paginya menuju puncak Bawakaraeng. Pemandangan rumput savana dan puncak bawakaraeng terlihat dari pos VIII ini, suhu pada malam hari dapat mencapai antara 8-10 derajat celcius.- Dari Pos VIII menuju Pos IX, rute yang dilalui berupa jalan menanjak melewati vegetasi hutan basah dan lebat. Ditengah perjalanan menuju Pos IX kita dapat melihat daerah pasca longsor tahun 2004 silam.
Tampak daerah pasca longsor Gn. Bawakaraeng Telaga Bidadari Pos VIII Gn. Bawakaraeng Pos IX Gn. Bawakaraeng Pos IX merupakan daerah yang cukup luas dapat menampung sekitar 3 - 4 tenda dan terdapat sumber mata air sehingga cocok dijadikan tempat istirahat/camp sebelum menuju puncak pada keesokan paginya.- Pos X merupakan pos terakhir sebelum menuju puncak Gunung Bawakaraeng. Rute yang dilalui cukup menanjak. Di Pos ini juga terdapat lokasi camp tetapi tidak terdapat sumber mata air yang mengalir, hanya terdapat berupa sumur kecil yang menampung air hujan. Sebaiknya sebelum menuju puncak perhatikan kondisi alam di puncak, terkadang angin bertiup lumayan kencang.
Tugu Triangulasi Gn. Bawakaraeng (2830 mdpl) Puncak Gn. Bawakaraeng Tampak dari kejauhan
Terdapat Sumur yg dikeramatkan oleh masyarakat, biasanya mereka mengambil air dari sumur tersebut untuk di bawa pulang, juga terdapat batu yang biasa digunakan sebagai media bagi para peziarah masyarakat lokal.
Tidak ada Biaya perijinan untuk mendaki gunung ini, biasanya Pendaki hanya meminta ijin kepada RT/RW setempat atau sekedar melapor kepada warga setempat.